Trilogi Konversasi (bagian pertama)
Trilogi Konversasi adalah tiga bagian percakapan tidak biasa dengan tokoh-tokoh yang kadang dianggap ada atau tidak. Walaupun begitu, percakapan yang dilakukan Blenk dengan tokoh-tokohnya terlihat sedikit bermutu.
Kali ini Blenk didatangi seorang tamu pertama yang dia sendiri sering melihatnya di layar kaca, namun Blenk belum pernah bertemu secara langsung. Entah apa tujuan tamu tersebut, yang jelas, Blenk dan tamu sama-sama menikmati perrcakapan meskipun temanya sangat meluas.
***
Dini hari itu, sekitar pukul 25:36 saya lagi tidur-tiduran sambil mengarang lagu di kamar. Semua orang di rumah sedang bepergian untuk dua hari. Tak lama kemudian, lampu kamar mati dengan sendirinya. Disusul dengan lampu ruangan lainnya yang juga mati. Rumah jadi sangat gelap. Dengan pencahayaan seadanya lewat layar hape, saya mengubek-ubek lemari yang ada di ruangan makan untuk mencari lilin. Setelah setengah jammencari, akhirnya lilin tersebut ketemu di kamar saya sendiri. Saya merasa sia-sia mencari di lemari.
Saat lilin dinyalakan, tiba-tiba di kasur saya ada sesosok yang tiduran. Entah siapa. Padahal dini hari itu saya sedang sendirian. Dengan segala keraguan, saya mencoba mendekatinya. Rupanya dia seorang perempuan berambut poni rata-kuncir dua. Wajahnya begitu pucat—tapi kayaknya itu bedak yang terlalu tebal. Tanpa disuruh, dia melepaskan pakaiannya. Untung saja dia mengenakan baju dua lapis. Dan terjadilah sebuah percakapan antara kami.
Saya: Selamat malam. Sejak kapan kamu ada di kasur saya?
Dia: Sejak lampu kamu mati.
Saya: Kamu bukan petugas PLN yang lagi magang jadi cewek sekolahan kan?
Dia: Bukan.
Saya: Ayolah, kasih aku jawaban yang lebih panjang.
Dia:Panjang.
Saya: Panjang.
Dia: Kamu, kok, ngikutin kata aku?
Saya: Kamu, kok, ngikutin kata aku?
Dia: Anjrit sebel.
Saya: Anjrit sebel.
Kemudian hening lima detik.
Dia: Ayolah, kamu maunya apa?
Saya: Nyalain lampunya.
Sekejap kemudian, lampu seluruh ruangan menyala kembali. Dia yang berada di atas kasur hilang. Saya merasa bersalah telah membuatnya pergi, dan saya belum sempat menyuguhinya secangkir air dan setoples camilan. Saya harap dia baik-baik saja.
Kali ini Blenk didatangi seorang tamu pertama yang dia sendiri sering melihatnya di layar kaca, namun Blenk belum pernah bertemu secara langsung. Entah apa tujuan tamu tersebut, yang jelas, Blenk dan tamu sama-sama menikmati perrcakapan meskipun temanya sangat meluas.
***
Dini hari itu, sekitar pukul 25:36 saya lagi tidur-tiduran sambil mengarang lagu di kamar. Semua orang di rumah sedang bepergian untuk dua hari. Tak lama kemudian, lampu kamar mati dengan sendirinya. Disusul dengan lampu ruangan lainnya yang juga mati. Rumah jadi sangat gelap. Dengan pencahayaan seadanya lewat layar hape, saya mengubek-ubek lemari yang ada di ruangan makan untuk mencari lilin. Setelah setengah jammencari, akhirnya lilin tersebut ketemu di kamar saya sendiri. Saya merasa sia-sia mencari di lemari.
Saat lilin dinyalakan, tiba-tiba di kasur saya ada sesosok yang tiduran. Entah siapa. Padahal dini hari itu saya sedang sendirian. Dengan segala keraguan, saya mencoba mendekatinya. Rupanya dia seorang perempuan berambut poni rata-kuncir dua. Wajahnya begitu pucat—tapi kayaknya itu bedak yang terlalu tebal. Tanpa disuruh, dia melepaskan pakaiannya. Untung saja dia mengenakan baju dua lapis. Dan terjadilah sebuah percakapan antara kami.
Saya: Selamat malam. Sejak kapan kamu ada di kasur saya?
Dia: Sejak lampu kamu mati.
Saya: Kamu bukan petugas PLN yang lagi magang jadi cewek sekolahan kan?
Dia: Bukan.
Saya: Ayolah, kasih aku jawaban yang lebih panjang.
Dia:Panjang.
Saya: Panjang.
Dia: Kamu, kok, ngikutin kata aku?
Saya: Kamu, kok, ngikutin kata aku?
Dia: Anjrit sebel.
Saya: Anjrit sebel.
Kemudian hening lima detik.
Dia: Ayolah, kamu maunya apa?
Saya: Nyalain lampunya.
Sekejap kemudian, lampu seluruh ruangan menyala kembali. Dia yang berada di atas kasur hilang. Saya merasa bersalah telah membuatnya pergi, dan saya belum sempat menyuguhinya secangkir air dan setoples camilan. Saya harap dia baik-baik saja.
Comments
Post a Comment