Di Mana Dia? (bagian pertama)

Sesekali, bolehlah saya bertutur dengan yang agak berat, atau sok berat jika tak bisa dibilang berat.

Musim dingin selalu punya sesuatu yang sendu untuk diceritakan. Kadangkala, dalamnya tak terkontrol. Tak sedangkal celana dalam yang setiap saat bisa dimasuki apa saja yang bersyahwat. Sehingga, jika sendu adalah dalam, maka itu adalah fermentasi perasaan. Kurang lebih kalau diseret ke istilah jaman sekarang, itu adalah baper. Yang mana setiap saat mengena di hati para perasa.

Baper adalah ujian kecil bagi penolak melankolis. Ia kadang tiba-tiba mengiris suasana riang menjadi potongan kecil hal miris. Bagi penikmat sakit, ini adalah kesempatan untuk merasakan sensasi berlebihan seperti meremas-remas diri seperti kedinginan, atau menunjukkan ekspresi wajah yang tak sedap dipandang. Katakanlah ini adalah upaya untuk mendapat perhatian orang terdekat supaya mereka bertanya atau menjadi tempat curahan omong kosong yang kita sebut curhat.

Apa sudah kesedihan lenyap dari kehidupan setiap orang? Mungkinkah konsep kehilangan seseorang bisa kita ganti dengan opsi yang lebih menyenangkan? Kemungkinan besarnya mustahil karena hal-hal semacam itu akan dan harus terjadi. Karena itu adalah salah dua dari sekian banyak faktor baper.

Oke, saya baru saja memulai omong kosong itu. Saya akui saya lagi baper.  Sekarang, saya tanya pada ketiadaan, di mana dia?

Comments

Popular Posts