Sebelum 2k17 Berakhir
Masih ada di ingatan saya, soal-menyoal bakar-bakar ayam dan sosis. Kala itu ayam mateng beriringan adzan Subuh yang terdengar ke penjuru kampung. Kami semua--saya bareng empat kawan lainnya terlalu asik ngobrol sehingga acara bakar-bakar yang sebagaimana jadi plan utama terlupakan.
Satu Januari 2k17 sudah dimulai semenjak terompet-terompet milik orang-orang berbunyi, dan kembang api, dan petasan, dan suara kendaraan yang sangat gaduh sekali. Di kota, empat jam sebelum Subuh itu ramai disesaki orang-orang dan kendaraan. Tapi saya bersama empat kawan memilih bertolak ke komplek perumahan, di rumah seorang kawan yang televisinya masih baru. Dan kami makan-makan sambil menikmati video klip Bombayahnya Black Pink diulang-ulang. Keesokan harinya, kami mulai sadar ada di tahun baru.
Saya kira Januari itu akan menetap di sana sebagai bulan yang panjang. Nyatanya, selain beberapa rangkaian kejadian yang saya alami, Januari begitu berlalu dengan cepat. Lalu berganti Februari. Bulan yang mengantarkan saya kepada sesuatu yang murung tetapi juga akhirnya menyenangkan. Bulan kelahiran saya, dan dilalui dengan ingatan saya tentang memberikan lagu kepada seseorang. Ah, menyenangkan, saya ingin kembali mengulang, memutarnya kembali dalam kepala saya.
Kalian tau bahwa ada 30/31 hari dalam sebulan (kecuali Februari). Pada porsi yang sama mereka bergerak masing-masing 24 jam. Dalam 24 jam itu, kita bergerak maju meski kadang pemikiran kita mengalami kemunduran. Waktu-waktu tetap maju tak memedulikan kita diam atau mundur. Di sanalah saya mulai memutuskan untuk mengikuti waktu, bekerjasama, sampai akhirnya saya terlempar pada bulan dengan momen yang luar biasa
Adalah Juni yang saya sayangi berkat kebaikannya memberikan saya banyak hal. Salah satunya menemukan seseorang yang baik, yang mau selalu ada. Saya masih bisa merasakannya sampai sekarang, bagaimana hari-hari sebelum saya bertemu dengannya adalah hari yang sepi, dan setelahnya segala sesuatunya terasa berubah. Waktu-waktu menjadi lebih pendek dibandingkan sebelumnya, sebab melewati bersama keinginan kita yang panjang selalu tak pernah terasa panjang. Waktu-waktu menjadi cemburu ketika saya mulai lupa bahwa mereka ada bersama saya ketika saya melakukan apa yang saya sukai. Senang sedihnya berperan penting sebagai variasi. Dan waktu melompat bebas menuju tanggal terakhir Desember.
2017 ditutup dengan Desember yang sedikit sibuk; sibuk untuk menjadi seseorang yang santai. Oh iya, juga sedikit antiklimaks. Namun sebelum 2017 berakhir, alih-alih menulis kilas balik perjalanan dalam setahun, saya malah menuliskan daftar film-film, musik, dan apa-apa yang saya sukai di tahun itu: serial Walking Dead yang tiada habisnya, Animasi Anomalisa yang filosifis, Kimi no Na Wa yang menghanyutkan hati, Thriller-thriller Korea yang aduhai twist sekali, Album-album John Father Misty, Mac Demarco yang menggelisahkan telinga, Cigarette After Sex yang pelan dan membuat horny, Adhitia Sofyan bergitar yang bergetar selalu dalam ingatan, lagu-lagu folk yang selalu bertengger di playlist saya, Gitar bolong saya yang tidak pernah dimainkan, Surat mingguan untuk si dia, Thai Tea kafe maupun minimarket, keju yang tidak pernah membuat saya bosan. Tanpa itu semua mungkin tidak kenapa-kenapa, tapi tanpa semua itu saya tidak akan menuliskan daftarnya di sini.
Hari ini, ketika menyelesaikan draft tulisan ini, saya menemui Januari kembali di kalender 2018. Saya bisa mencium aroma optimis di tahun ini (semoga aamiin). Kalau ditanya apa resolusi saya tahun ini, mungkin sesederhana: saya ingin berhenti membuat resolusi dan segera membuat daftar berisi tulisan: bagaimana kalau kita fokus pada apa yang kita mau saja dan tinggalkan apa yang meragukan atau tidak kita inginkan? Oh, ternyata resolusi saya tidaklah sederhana.
Satu Januari 2k17 sudah dimulai semenjak terompet-terompet milik orang-orang berbunyi, dan kembang api, dan petasan, dan suara kendaraan yang sangat gaduh sekali. Di kota, empat jam sebelum Subuh itu ramai disesaki orang-orang dan kendaraan. Tapi saya bersama empat kawan memilih bertolak ke komplek perumahan, di rumah seorang kawan yang televisinya masih baru. Dan kami makan-makan sambil menikmati video klip Bombayahnya Black Pink diulang-ulang. Keesokan harinya, kami mulai sadar ada di tahun baru.
Saya kira Januari itu akan menetap di sana sebagai bulan yang panjang. Nyatanya, selain beberapa rangkaian kejadian yang saya alami, Januari begitu berlalu dengan cepat. Lalu berganti Februari. Bulan yang mengantarkan saya kepada sesuatu yang murung tetapi juga akhirnya menyenangkan. Bulan kelahiran saya, dan dilalui dengan ingatan saya tentang memberikan lagu kepada seseorang. Ah, menyenangkan, saya ingin kembali mengulang, memutarnya kembali dalam kepala saya.
Kalian tau bahwa ada 30/31 hari dalam sebulan (kecuali Februari). Pada porsi yang sama mereka bergerak masing-masing 24 jam. Dalam 24 jam itu, kita bergerak maju meski kadang pemikiran kita mengalami kemunduran. Waktu-waktu tetap maju tak memedulikan kita diam atau mundur. Di sanalah saya mulai memutuskan untuk mengikuti waktu, bekerjasama, sampai akhirnya saya terlempar pada bulan dengan momen yang luar biasa
Adalah Juni yang saya sayangi berkat kebaikannya memberikan saya banyak hal. Salah satunya menemukan seseorang yang baik, yang mau selalu ada. Saya masih bisa merasakannya sampai sekarang, bagaimana hari-hari sebelum saya bertemu dengannya adalah hari yang sepi, dan setelahnya segala sesuatunya terasa berubah. Waktu-waktu menjadi lebih pendek dibandingkan sebelumnya, sebab melewati bersama keinginan kita yang panjang selalu tak pernah terasa panjang. Waktu-waktu menjadi cemburu ketika saya mulai lupa bahwa mereka ada bersama saya ketika saya melakukan apa yang saya sukai. Senang sedihnya berperan penting sebagai variasi. Dan waktu melompat bebas menuju tanggal terakhir Desember.
2017 ditutup dengan Desember yang sedikit sibuk; sibuk untuk menjadi seseorang yang santai. Oh iya, juga sedikit antiklimaks. Namun sebelum 2017 berakhir, alih-alih menulis kilas balik perjalanan dalam setahun, saya malah menuliskan daftar film-film, musik, dan apa-apa yang saya sukai di tahun itu: serial Walking Dead yang tiada habisnya, Animasi Anomalisa yang filosifis, Kimi no Na Wa yang menghanyutkan hati, Thriller-thriller Korea yang aduhai twist sekali, Album-album John Father Misty, Mac Demarco yang menggelisahkan telinga, Cigarette After Sex yang pelan dan membuat horny, Adhitia Sofyan bergitar yang bergetar selalu dalam ingatan, lagu-lagu folk yang selalu bertengger di playlist saya, Gitar bolong saya yang tidak pernah dimainkan, Surat mingguan untuk si dia, Thai Tea kafe maupun minimarket, keju yang tidak pernah membuat saya bosan. Tanpa itu semua mungkin tidak kenapa-kenapa, tapi tanpa semua itu saya tidak akan menuliskan daftarnya di sini.
Hari ini, ketika menyelesaikan draft tulisan ini, saya menemui Januari kembali di kalender 2018. Saya bisa mencium aroma optimis di tahun ini (semoga aamiin). Kalau ditanya apa resolusi saya tahun ini, mungkin sesederhana: saya ingin berhenti membuat resolusi dan segera membuat daftar berisi tulisan: bagaimana kalau kita fokus pada apa yang kita mau saja dan tinggalkan apa yang meragukan atau tidak kita inginkan? Oh, ternyata resolusi saya tidaklah sederhana.
Comments
Post a Comment