Mencintai Muram
Cerita akan usai ketika kita terkubur dalam kenangan. Aku mencari pegangan agar tak rapuh sendirian. Pada lembaran cetakan foto. Pada dengungan suatu surau. Pada suara gitar akustik yang dimainkan sesekali.
Di atap rumah, senyum mengapung. Menyeret langit kiri dan kanan. Hitamnya kuserap dalam tinta, kemudian kugoreskan pada kertas milikmu. Baris-berbaris kalimat itu memerankan malam yang hilang. Tanganku mendadak bisu, tak mampu menyampaikan pesan apa pun. Oksigen ingin menjadi hantu padat yang memukuli dadaku.
Aku pecah dalam rindu yang utuh.
Selama ini aku menutup mata dari khayali yang nyata. Banyak angan-angan yang tak sempat dimuat media, bahkan gagal dicetak sebelum terbit. Khayali ada dalam laci. Kenyataan berubah jadi kunci. Kuharap semuanya baik-baik saja.
Di atap rumah, senyum mengapung. Menyeret langit kiri dan kanan. Hitamnya kuserap dalam tinta, kemudian kugoreskan pada kertas milikmu. Baris-berbaris kalimat itu memerankan malam yang hilang. Tanganku mendadak bisu, tak mampu menyampaikan pesan apa pun. Oksigen ingin menjadi hantu padat yang memukuli dadaku.
Aku pecah dalam rindu yang utuh.
Selama ini aku menutup mata dari khayali yang nyata. Banyak angan-angan yang tak sempat dimuat media, bahkan gagal dicetak sebelum terbit. Khayali ada dalam laci. Kenyataan berubah jadi kunci. Kuharap semuanya baik-baik saja.
Comments
Post a Comment