Aku Ingin Bunuh Diri Walau Sekadar Kata-kata

Di lidah mendekam kalimat yang telah lama dipenjarakan keraguan atas kesalahannya. Dunia bilang, kata-kata adalah peluru: ke mana engkau bidik, di situlah luka tertanam.

Waktu habis digunakan berputar bersama logika: rute menuju hati tak pernah berhasil ditemukan. Tak terasa liur yang pernah menghangatkan setiap lekukanmu rembes membasahi suaraku yang kering. Selain kepayahan menempuh jalan, daya ingat ini sebatas penetrasi dan ejakulasi yang dulu saban waktu berlari kencang mengalahkan jumlah doa sepertiga malam.

Andaikata air madzi mampu melumasi keberanian, mestilah sejak awal kumiliki segala yang kusimpan di laci ingatan. Namun kita selalu tak pernah damai dengan kenyataan, sebab kami seperti utara dan selatan yang selalu enggan berjabat tangan. Ketakutan lekat begitu ingat kata-kata adalah peluru: simpan saja atau adili setelahnya.

Di leher, beban hidup menyimpul mati. Mencekat nafas hingga tinggal seperempat. Tak perlu menunggu lama nyawa tanggal dari cangkangnya. Sudah terbayang di pelupuk mata baharinya dunia dari dasar akhirat. Mungkin aku telah disiksa rindu hingga hancur bersama reruntuhan perasaan.

Keinginan mati selalu timbul kapan saja. Bukan soal ingin tetap hidup, ketakutan selalu jadi pertimbangan. Mungkin aku akan jatuh ke lubang tak berdasar. Mungkin juga aku akan mati di tengah-tengah perjalanannya. Sambil menyesapi pikiranku: setengah mati memahami, cinta memeras jiwa; kehidupan memeras raga.

Sebelum Shinigami merenggutku lebih dulu, aku akan berlari ke dalam diriku. Merabut akar kehidupanku sehingga kematian hanyalah milikku--kematian dari rindu yang merapuh. Aku akan merenggut nyawaku sendiri, meski hanya ucapan belaka. Dan di situlah lukaku tertanam.

Comments

Post a Comment

Popular Posts