Terima kasih

Dari hati yang pernah membuncah, telah fasih ku meneguk samsara. Dideranya ribuan waktu lamanya. Merakit kisah ke hulu mengenang kenang ke tepian.

Aku bukannya merajuk.

Tak pula satu dari kita pandai menagih pun bersungut. Menghitung hanya membuat kita semakin tak waras. Apalagi ruang di antara jemari kita kian tak selaras.

Kita memang tak menuntut apa.

Di birai matamu dulu kulihat dunia menuju hidup seiya-sekata. Kini kau dan aku saling berebut memilih siapa yang jadi dedaun siapa jadi ranting. Atau kita saling mengalah setelah tahu dua-duanya akan meranggas dan berai. Mengapa pula dulu berjanji jika hari ini sepakat melanggarnya.

Kutakar berapa banyak lembaran yang ditulis oleh kita.

Hikayat yang merah menjadi biru yang lebam. Tak ada dari kita menyadari, sebentar lagi nanah kan menanarkan kita. Darah kan mendepa kita yang saling berusaha memeluk dan berpagut. Tak ada guna, nyatanya kita sedang mencipta tiada.

Pada akhirnya,

semoga lengang serta benderang. Jelaga kisah yang dulu sejengkal menuju tamat, purna sudah tinggal layar. Tahun-tahun meluruh namun wajah dan tentangmu tetap akan abadi dalam manuskrip. Kukatakan sekarang, aku hanya kembali pada saat-saat memulai. Dan untukmu; dan untukmu, terimakasih.

Comments

Popular Posts