Anafora

Waktu tak akan pernah mengingkari. Ia dengan cermat menghayati doa--doa ialah bahasa hati yang tersusun rapi selepas menjiwai.

Ilah tak mengaburkan tengadah kita maupun telapak tangan yang terbuka. Aku percaya menyandarkan kata-kataku semata-mata membuat kesunyian semakin lantang, melebihi lolongan anjing liar yang meminta palung malam. Namun aku percaya.

Dalam biru kupinta, dalam terang kuhasratkan, dalam kelabu kutasbihkan, dalam jingga kupanjatkan, dalam malam kusematkan. Dalam-dalam kuhirup walau kautiupkan dingin yang membuat seluruh tubuhku membeku kaku.

Inilah perih yang aku abaikan semasa cinta menjadi umpama. Ia berkelebat menjadi tantangan, berharap aku memohon dengan malang, menunda semua gairah keberanian sampai kabarnya terdengar di telingamu sebagai lelucon terfavorit. Inilah ini jika KBBI menambah definisi baru dari kata "siksa".

Andai aku tersayat, tak mengapa darah merah mewarnai putih renjana. Andai aku tersayat, setidaknya hasrat tak akan terbelenggu lagi. Andai aku tersayat, aku tak akan berhenti.

Nyala nanar rawan menandur di tubuhku, namun nalar selalu membeberkan satu-dua kata agar batu di dadamu lekas terkikis menjadi ngarai. Aku akan lihat repih sinar memendarkan kepercayaanmu yang sempat rapuh. Dan segera, segalanya kembali memulih.

Tidakkah kau berpikir sebaiknya aku menjadi hari liburmu? Tidakkah kau berpikir sebaiknya kau tetap bahagia seandainya aku adalah hari kerja? Tidakkah kau kejar jika aku senantiasa menjadi karir?

Yang kutuliskan bersama waktu tak pernah gagal menandai. Aku tahu kau mungkin melewatkan puisi ini, namun jejakku akan selalu kau temukan di mana pun.

*Anafora ialah pengulangan bunyi, kata atau struktur sintaksis pada larik-larik atau kalimat-kalimat yang berurutan untuk memperoleh efek -efek tertentu. -KBBI

Comments

Popular Posts