Kulihat Roda Hidup dalam Pantulan Buih Bir
Hidup begitu licin menumpahkan bencana.
Manusia begitu mudah menumpahkan air
mata, juga mani. Air mata dan mani
sewaktu-waktu bertukar di balik
kesedihan. Di atas keduanya, ada drama
yang senantiasa menjungkir-balikan
peran kita. Konon, orang-orang
menyebutnya roda kehidupan.
Ada suatu pertanyaan yang sering kita
abaikan: apakah kita rajin membaca
dialog-dialog kita yang tak pernah dicetak?
Kita terlalu sanggup menghapal, kadang
sedikit menambahkan agar peran jadi
lebih menarik. Orang bilang, improvisasi.
Dan kita selanjutnya lupa dialog kita
sebenarnya. Apa kita berganti peran?
Kita mengendalikan drama, tapi hidup
selalu ada polah agar segera membikin
diri kita berlari pada pintu ego dan nafsu.
Ada kata-kata yang kita permainkan untuk mengulur waktu. Selalu ada sisipan jumawa terhadap waktu: kita pikir waktu bodoh bukan kepalang sehingga kita terlalu skeptis dengan itu. Tak terasa kita dipermainkan waktu. Dan asal tahu saja, waktu selalu bersekongkol dengan hidup.
Mewarisi skenario ini sungguh berat.
Sebab kita memang tolol membedakan
antara berperan menjalani hidup atau
membumbui diri kita dengan bencana.
Comments
Post a Comment