Serenada Sakit Kepala
Semua begitu melambat,
hanya waktu yang begitu cepat.
Aku berpegang pada ujung waktu,
terseret ke depan dan lebam
di mana-mana. Keterbiasaan hidup
bukan berarti tak pernah kalah.
Pernahkah kau ditikam dunia?
Aku mencari kesenanganku sendiri untuk
menemukan satu alasan. Ternyata kedunguan menimbulkan pesakitannya
tersendiri. Jiwa serasa berjeruji, pikiranku
pergi memisahkan diri. Hidup penuh
omong kosong, sakit jiwa datang berkala.
Kini aku menganggap membenci diri
sendiri adalah berhala. Dengan kata lain,
aku menyembah pada yang tak kusuka:
yang tak berguna.
Penderitaan datang seperti halnya
lembaran baru. Orang-orang datang dan pergi namun aku sudah tidak peduli.
Jika aku mati, mereka tak sudi
mengingat apa pun tentangku, juga
tentangmu. Dunia diinjak oleh sikap
angkuh orang-orang yang menitipkan
tubuhnya.
Satu-satunya hiburan yang aku miliki
kali ini adalah mempermalukan diriku
sendiri dan kebodohan paripurna dari
perilaku orang-orang. Mereka tahu,
kehidupan membingungkan.
Yang bergerak lambat penderitaan,
yang berlalu cepat kebahagiaan.
Dunia mungkin pernah meminta maaf.
Aku mengangguk pelan dan enggan
berjabat. Jika kedamaian belum
benar berdiri di kakinya, bahkan
kedua tanganku pun tak akan pernah
aku ulurkan.
Comments
Post a Comment