Kama Merah
Sayang, kupikirkan dirimu
seperti di hadapan rahasia.
Di kota kecil yang pernah
menaungi malam besar kita,
aku nelangsa tiada kira.
Kau bertahan di kepalaku,
aku ditangguhkan sangkalmu.
Kupikir aku hanya ingin
sanubariku cukup untuk
menyambung kisah bersamamu.
Bukankah kepergian adalah
pelajaran praktis menuju pulang?
Lekaslah, rumah ini tak
pernah berhasrat jadi reruntuhan.
Semua yang kauhempas
seperti debu, yang kaupungut
seperti maumu, yang tak sepadan
dalam menabur, yang tak pantas
dalam tuaian, hanya bisa dibasuh
dengan maaf-maaf yang luhur.
Comments
Post a Comment