Kamar Merah


Kuabaikan belati yang menghunus
punggungku, barangkali memang
aku lupa bentuk kepedihan paling sangat.
Kukalkulasi berapa kemungkinan maaf
yang bisa melonjak ke benak. Tapi
sebelum itu, biarkan aku terisak.

Biar saja.

Di bawah bimbingan anggur kita saling
melihat ke kedalaman mata satu sama
lain. Mencari-cari agar sisa-sisa
tak sia-sia. Kautawarkan rebahmu
ke pangkuanku yang berlatar merah.

Redup.

Sayup.

Kita masih bisa menelan rasa pedih
sekali lagi.

Comments

Popular Posts