Minggu Pagi di Malioboro
Lamat-lamat kutangkap duniaku
beralih dari mimpi Sabtu malam.
Ku lupa sejak kapan, kurasa tiga pagi
berhasil melimbungkan diriku.
Saat itu delapan lima belas,
air dingin kamar mandi dan
tubuhku mulai akan saling berbalas.
Ponsel berdering menggantikan
ketukan pintu--panggilan sarapan.
Nyari pukul sembilan, kumulai
pagi itu dalam hitungan mundur
menuruni anak tangga, perlahan,
dari hotel bintang tiga.
Sepiring nasi dan perasaan sepi.
Kuhabiskan dalam lamunan dan
ku bergegas meninggalkan lobi.
Bus menanti, kubayangkan diriku
meninggalkan suasana ini dan
segera saja terjadi. Langit biru jatuh;
kusimpan ingatanku dalam sekotak
bakpia utuh.
Dari jendela bus, pejalan kaki lalu lalang
menjauhi arah pulang. Aku bersiap hilang,
membohongi diri menjadi petualang.
Lagu-lagu berlalu, panorama bergerak
tertangkap mataku--kaki-kaki mereka
melangkah semakin rela,
aspal kering digilas makin gila;
aku duduk bersebelahan dengan waras;
mataku terpejam menjauhi kepalaku
dari parasmu yang sesekali merampas.
Comments
Post a Comment