Kutanya Engkau Sewaktu-Waktu Dalam Ragu
Tuan, lama sudah aku menafikanmu.
Bersembunyi kepada ragu diri,
berdiri empat sisi tembok menjulang
berjeruji. Ketat tembok itu menjadi
keterbatasanku dalam memahami
suara-suaramu yang lama mendekam.
Lalu suatu waktu, seketika begitu saja
terdengar suara berdeham
menyungkurkanku ke dalam dunia mimpi.
Dalam semesta mimpi--yang dimensinya
lembek jika disentuh--aku menanam
tetumbuhan untuk mengalihkan gaduh
dalam kepalaku.
Cabai yang merah ranum
kutumbuhkan, masih saja menyengat
lidah, dan itu cukup membuat aku kelu.
Lidah Buaya yang makin hari makin
panjang menjuntai tak pernah mengatakan
hal yang jujur. Kuping Gajah yang kurawat
dalam pot tanah liat besar tak pernah mau
mendengarkanku. Aku tinggikan cemara
terakhir, tetapi ia tumbuh tak meneduhkan.
Setiap hari aku menyirami mereka dari
basah mimpiku dan semuanya tak pernah
jadi patuh.
Aku menepuk diri sendiri semata
membangunkanku kepada samar-samar
dunia yang pernah atau sedang kutinggali,
dari kegersangan dunia mimpi tanpa
entitas. Tuan, apakah duniamu seluas
penjara, ataukah penjaraku seluas dunia?
Sedang semuanya begini-begini saja.
Comments
Post a Comment