Mewarnai Pintu
Aku tak perlu meniru menjadi terik atau hujan atau hangat atau sejuk atau diriku tak peduli menjadi-jadi dalam keingingan yang bukan esensi diri. Aku perlu lupa menjadi yang tidak diperlukan olehku, yang mengekang satu per satu bagian tubuhku;
cinta meniru pahlawan, dan menderaimu bukan lagi majas metafora. Untuk apa majas menganggunkan jika kau yang cahaya menyepuhku yang tanah ini dengan kilaumu?
Selalu kautemukan diriku bersedia jatuh cinta kepada yang mampu kuseberangi maupun mengajariku menjadi matahari malam, bulan siang, pun bintang yang dilesatkan di semesta di dalam dirimu.
Sementara hal-hal lain yang tidak menyangkut perihal yang tertaut, hanya kelampauan yang bias dan biasa; tidak ada yang istimewa dari masa lalu yang mudah lupa dan tak mengajari apa-apa.
Sejak saat itu aku bergegas mewarnai pintuku dengan warna-warna yang tak kautinggalkan.
Comments
Post a Comment